Senin, 21 November 2011

Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen

Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen


Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 sebelum Diamandemen.

Sistem pemerintahan ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang 7 kunci pokok sistem pemerintahan. Yaitu :

• Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
• Sistem Konstitusional.
• Kekuasaan tertinggi di tangan MPR
• Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR.
• Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
• Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
• Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Berdasarkan tujuh kunci pokok tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Suharto.
Ciri dari sistem pemerintahan presidensial ini adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.


Pada saat sistem pemerintahan ini, kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah sebagai berikut :

• Pemegang kekuasaan legislative.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala pemerintahan.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala Negara.
• Panglima tertinggi dalam kemiliteran.
• Berhak mengangkat & melantik para anggota MPR dari utusan daerah atau golongan.
• Berhak mengangkat para menteri dan pejabat Negara.
• Berhak menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
• Berhak mengangkat duta dan menerima duta dari Negara lain.
• Berhak memberi gelaran, tanda jasa, dan lain – lain tanda kehormatan.
• Berhak memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi.

Dampak negative yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :

• Terjadi pemusatan kekuasaan Negara pada satu lembaga, yaitu presiden.
• Peran pengawasan & perwakilan DPR semakin lemah.
• Pejabat – pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan presiden.
• Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
• Menciptakan perilaku KKN.
• Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap Negara.
• Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.

Dampak positif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :

• Presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
• Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
• Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
• Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara dapat dihindari.

Indonesia memasuki era reformasi. Dimana bangsa Indonesia ingin dan bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu perlu disusun pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional). Yang bercirikan sebagai berikut :
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.

II. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 setelah Diamandemen.

Pokok – pokok sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :


• Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi beberapa provinsi.
• Bentuk pemerintahan adalah Republik.
• Sistem pemerintahan adalah presidensial.
• Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
• Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
• Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.

Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem presidensial. Hal ini terbukti dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap parlemen.

Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut :

• Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak budget (anggaran).

Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. 

pengaruh perubahan (amandemen)UUD 1945 terhadap kedudukan dan peranan MPR dalam katatanegaraan Republik Indonesia

  1. Kini MPR bukan lagi Lembaga Tertinggi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, tetapi sama-sama sebagai Lembaga (Tinggi) Negara.
    Kewenangannya pun kini sifatnya tidak sepenuhnya lagi rutin-berkala, yaitu:
    1. Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil Pilpres setiap 5 tahun sekali.
    2. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
    3. Memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan Presiden dan/atau Wakil Presiden akibat mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya.
    4. Mengubah UUD 1945 apabila ada.

pasal 33

tentang pasal 33, apakah benar2 sudah diamandemen??dan dampak nya dari amandemen pasal 33 itu apa??? tolong djwab secepat nya ya..
thanks
Pasal 33 UUD 1945 sudah diamandemen pada tanggal 10 Agustus 2002. Adapun perubahannya adalah sebagai berikut:
Sebelum Amandemen
BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Setelah Amandemen
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)
Maka, setelah adanya perubahan Pasal 33 ini lebih menegaskan tujuan daripada sistem perekonomian Indonesia, yaitu untuk kepentingan rakyat banyak dan tidak dimonopoli oleh orang atau kelompok tertentu. Sedangkan untuk pengaturannya lebih lanjut, UUD memberikan delegasi agar diatur dalam Undang-Undang.

pembedaan dasar hukum

Penjelasan mas lebih kepada Lembaga Negara yang dasar hukumnya secara tersirat diatur dalam UUD 1945. Trus bagaimana dengan lembaga-lembaga pemerintah maupun Komisi-komisi yang pengaturan dasar hukum bervariasi (ada yang berdasarkan Keppres, PP, maupun UU), apakah juga ikut mengalami perubahan setelah adanya amandemen UUD 1945, karena kesemua lembaga pemerintah n komisi tidak disebut secara eksplisit.
Trus bagaimana suatu aturan memberikan pembedaan dasar hukum, padahal kewenangan yang diberikan aturan tersebut sama.
Selama tidak ada perubahan dalam dasar hukum pembentukannya, maka lembaga atau Komisi-komisi tersebut tidak mengalami perubahan atau dalam kata lain tetap eksis dan menjankan fungsi dan peran sebagaimana mestinya. Justru kebanyakan Lembaga dan Komisi tersebut hadir pasca terjadinya amandemen UUD 1945, bahkan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu ada usulan agar Lembaga/Komisi tersebut dirampingkan karena dalam kenyataannya tidak efisien dan efektif dalam mendukung jalannya rodak Kepemerintahan.
Dalam bukunya, Prof. Jimly menjelaskan – yang secara ringkas sbb: bahwa semua lembaga negara di Indonesia, baik yang diatur keberadaannya dalam UUD 1945 maupun yang tidak diatur dalam UUD 1945, sepanjang keberadaanya diatur oleh atau dalam UU tersendiri, biasanya selalu mendapat delegasi kewenangan untuk mengatur sendiri hal-hal yangt bersifat teknis operasional pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Atas dasar pendelegasian kewenangan (legislative delegation) ini, lembaga-lembaga dimaksud menetapkan peraturan delegasian (delegated legislation) dalam rangka melaksanakan UU sebagai “implementing legislation” yang dapat disebut sebagai executive act.
Dalam hubungan ini dapat dibedakan menjadi:
1. Lembaga-lembaga tinggi negara;
2. Lembaga-lembaga pemerintahan atau penunjang pemerintahan (auxilary agencies) yang bersifat independen dan/atau menjalankan fungsi-fungsi campuran;
3. Lembaga-lembaga pemerintahan non-departemen.

hak prerogatif presiden sesudah amandemen UUD 1945

hak prerogatif presiden sesudah amandemen UUD 1945
Sebagai negara yang menganut ciri constitutional government sebagai unsur penting negara hukum, maka kekuasaan Pemerintah, dalam hal ini Presiden, diatur dalam UUD 1945 [Lihat Pasal 4 ayat (1)]. Adapun beberapa hak atau kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden pasca Perubahan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan rancangan undang-undangan kepada DPR [Lihat Pasal 5 ayat (1)];
2. Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undangn sebagaimana mestinya [Lihat Pasal 5 ayat (2)];
3. Memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan (Lihat Pasal 7);
4. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angakatan Laut, dan Angkatan Udara (Lihat Pasal 10);
5. Dengan persetujuan DPR, menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain [Lihat Pasal 11 ayat (1)];
6. Membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembukaan undang-undang dengan persetujuan DPR [Lihat Pasal 11 ayat (2)];
7. Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syaratnya dan akibatnya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12);
8. Mengangkat duta dan konsul dengan memerhatikan pertimbangan DPR [Lihat Pasal 13 ayat (1)];
9. Menerima penempatan duta negara lain dengen memerhatikan pertimbangan DPR [Lihat Pasal 13 ayat (2)];
10. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memerhatikan pertimbangan Mahkamah Agung [Lihat Pasal 14 ayat (1)];
11. memberi amnesti dan abolisi dengan memerhatikan pertimbangan DPR [Lihat Pasal 14 ayat (2)];
12. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Lihat Pasal 15);
13. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dalam undang-undang (Lihat Pasal 16);
14. Mengangkat dan memberhentikan menteri negara (Lihat Pasal 17 ayat (2)];
15. Mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden menjadi undang-undang [Lihat Pasal 20 ayat (4)];
16. Mengajukan rancangan undang-undang tentang APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memerhatikan pertimbangan DPD [Lihat Pasal 23 ayat (2)];
17. Meresmikan anggota BPK yang telah dipilih oleh DPR dengan memerhatikan pertimbangan DPD [Lihat Pasal 23F ayat (1)];
18. Menetapkan hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan mendapatkan persetujuan DPR [Lihat Pasal 24A ayat (3)];
19. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR [Lihat Pasal 24B ayat (3)];
20. Menetapkan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung tiga orang, oleh DPR tiga orang, dan oleh Presiden tiga orang [Lihat Pasal 24C ayat (3)].
Terhadap Hak Prerogratif atau Hak Mutlak merupakan hak yang dimiliki Presiden secara penuh dan tidak memerlukan persetujuan dari pihak atau lembaga lain dalam penggunaannya. Sebagai contoh, dari beberapa hak Presiden di atas, pemberian amnesti, abolisi, grasi, dan rehabilitasi merupakan hak mutlak di tangan Presidn. Walaupun Presiden diharuskan memerhatikan pertimbangan DPR atau MA, akan tetapi pertimbangan tersebut tidak mengikat dan tidak mutlak mempengaruhi hak penuh presiden sendiri. Begitupula dengan pengangkatan menteri-menterinya, merupakan hak mutlak Presiden.
Adapun adanya ketentuan untuk meminta pertimbangan terlebih dahulu terhadap beberapa hak mutlak Presiden, semata-mata untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang dan keputusan yang diambil lebih bersifat transparan dan relevan. Salah satu kemungkinan yang terjadi yaitu pemilhan Duta Besar dan Konsul yang seringkali dianggap sebagai “hadiah” atau “pengasingan” bagi tokoh-tokoh bangsa sebagaimana terjadi sebelum adanya Amandemen UUD 1945. Dengan adanya hal tersebut, walaupun Presiden mempunya hak prerogatif tetapi tetap ada rambu-rambu konstitusional yang harus ditaati.

pkn - Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:

F. LEMBAGA NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
  • Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
  • Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
  • Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
  • Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
  • Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
  • Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
MPR
  • Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
  • Menghilangkan supremasi kewenangannya.
  • Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
  • Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
  • Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
  • Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
DPR
  • Posisi dan kewenangannya diperkuat.
  • Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
  • Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
  • Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
DPD
  • Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
  • Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
  • Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
  • Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
BPK
  • Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
  • Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
  • Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
  • Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
PRESIDEN
  • Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
  • Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
  • Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
  • Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
MAHKAMAH AGUNG
  • Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
  • Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
  • Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
  • Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
MAHKAMAH KONSTITUSI
  • Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
  • Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
  • Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.